Entah kapan aku bisa mencintai hujan. Lima belas menit yang lalu, usai pertemuan denganmu, hujan tiba-tiba mendera di tengah perjalanan. Bencinya aku minta ampun. Mereka berhasil membungkus kenangan tentangmu, yang baru saja berlalu. Sialnya, entah kapan lagi waktumu bisa kunikmati. Ribuan kutukan pun kukirimkan pada titik-titik yang membuatku setengah mati merindukan beberapa menit yang lalu itu. Mengapa mereka tak bisa berkompromi?
Entah sejak kapan aku mulai membenci hujan. Sejak lahir, mungkin, ya. Beberapa alasan yang cukup logis tepatnya seperti ini:
- Mereka layaknya kelompok penyanyi yang punya terlalu banyak penggemar. Semenit yang lalu, notifikasi media sosialku dipenuhi oleh pemujaan terhadapnya!
- Mereka kadang sembunyi terlalu lama di balik mendung, hanya agar dirindukan. Aku tahu trik itu.
- Mereka punya semacam hipnotis memabukkan. Lebih parah dari alkohol.
- Mereka juga punya rol-rol film masa lalu kita, lalu mereka proyeksikan seenaknya saat menyentuh tanah.
Selain itu, aku sungguh dirugikan. Semua topengku, yang jerih payah kuukir, meluntur mudah dengan gravitasinya.
Entah kapan aku bisa mencintai hujan. Mungkin nanti, ketika mereka telah membuat kesepakatan denganmu, untuk selalu datang bersamaan. Semua bisa butuh penawar, kan?