Sabtu, 21 November 2020

Kamis, 10 September 2020

Note-thing.




I found this post randomly on the social media: thing I actually hate but hadn't escape from. I feel guilty for the 'oh so related' feeling but — oh! So related. 

I feel so tired. Don't know how but my body parts also say that they're tired too. Headache, irregular flows, itchy skin, etc. What am I tired of anyway? Being me? Haha. 

Too many things I wouldn't ever talk to anyone. Some are secrets, some are just unexplainable. Is it okay to pass every morning waiting for the night to come? So I can sleep - pray privately - sleep. 

May Allahﷻ help me through this while me keep being a fair mother and human. Aamiin


Rabu, 29 Juli 2020

Kilas


Semua pasti takjub saat menyadari bagaimana Allah memilihkan pribadi-pribadi tertentu ke dalam hidup kita. Orang-orang yang turut membentuk serta membantu tumbuh dan menua. Pun, orang-orang yang lekat padahal tak ada ikatan darah: teman.


Beberapa waktu lalu saat merapikan isi harddisk, saya tertegun. Sepertinya sekama ini saya untung banyak. Duh, kenapa baru sadar sekarang?

Untung banyak karena, totally, saya diberi teman-teman yang sungguh (teramat sangat) baik untuk level orang seperti saya. Saya ingat bagaimana menenangkannya mereka saat saya kesulitan. Bagaimana mereka kerap mengesampingkan kepentingan sendiri untuk membantu saya. Atau bagaimana mereka menasihati, menghibur, bahkan sekadar mendengarkan keluhan panjang lebar, yang sebenarnya tidak penting bagi mereka. What an amazing rizq, Biidznillah! 

What I regret is that I forgot one thing: sudah jadi teman yang cukup baikkah saya? Apa mereka juga mendapatkan kebaikan yang sama dari saya? I really doubt it. Rasanya saya kurang memberi apa yang sepantasnya mereka terima.

I truly love them! 
Mereka yang berkenan mengangkat tangan, memohonkan saya hidayah dan ampunan pada Allah. Yang (semoga) berkenan mencari jika kelak di surga tidak melihat saya.
That’s what friends are for, rite? May Allah reunite us in jannah, aamiin.

Senin, 13 Juli 2020

Telaah Setelah Lelah

Luka Fisik

Dulu, saya pernah bertanya pada seorang ibu yang renta, "Bagaimana rasanya melahirkan berulang kali? Apakah proses melahirkan yang kesekian kali sudah tidak terasa sakit lagi?"

Ia tertawa sambil mengelak. "Tentu tidak. Tetap sakit," katanya. Bahkan, beberapa mengatakan sakitnya melahirkan anak ketiga atau keempat kerap terasa layaknya melahirkan anak pertama: deg-degannya, persiapannya, hingga dera pulihnya. Saya hanya mengiyakan. Tidak punya pengalaman untuk menimpali.


Luka Psikis

Lalu, bagaimana rasanya berpisah dengan orang terkasih berulang kali? Melepas kepergian orang tua, contohnya. Atau suami, atau istri, atau anak. Pada mereka yang sering berduel dengan jarak, kita mungkin berpikir, "Dia sih sudah terbiasa, sejak dulu kan sudah sering berjauhan! Tentu lebih mudah ketimbang mereka yang puluhan tahun terbiasa bersama."

Pada kenyataannya, setiap perpisahan memiliki momentum yang berbeda-beda. Keadaannya berbeda, kesiapannya berbeda, sakitnya pun berbeda. Tidak ada yang lantas menjadi kebal setelah berpisah berulang-ulang. Kita mudah terbiasa pada hal menyenangkan. Tapi, semudah itu pulakah habituasi pada yang tidak disenangi?

Qadarullah. Tak ada satu pun yang berjalan sendiri. Diizinkan untuk tenang bersama lebih lama sepatutnya menjadi tabungan untuk bersyukur lebih banyak pula. Ya, sepatutnya begitu. Ungkapan syukur Nabi Ayyub 'alaihissalam yang merangkulnya pada kesabaran harusnya menggaung di kepala:
Aku telah diberi kesehatan selama 70 tahun. Sakit ini masih derita yang sedikit yang Allah timpakan sampai aku bisa bersabar sama seperti masa sehatku yaitu 70 tahun.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, Ibnu Katsir rahimahullah)

Menghadapi luka pada fisik maupun psikis memang butuh persiapan. Walaupun kita tahu bersiap-siap tidak menjamin kita benar-benar siap.


Mati

Ini baru 'sekadar' luka. Belum mati. Apa kabar persiapan mati? Apakah menghadapi luka membuatmu betah berlama-lama dalam distraksi?


_________

Selasa, 30 Juni 2020

Pillow Thought

O Dear.
You look so tired
with long train of thoughts
while my selfishness keeps searching a dim corner of your heart 
that holds the endless romance of impatience

for me.



The calendar itself, is still scary
while I keep sketching the unfinished route in mind
to deal with the strange habits 

without you.



But you,
you still look tired, O Dear.
Now how can I h̶e̶l̶p̶ hug you?

Senin, 18 Mei 2020

Untuk Suri

Untuk Suri. 

"Yaa Bunayya, laa tusyrik Billah."

Itulah pesan Nabi Luqman 'alaihissalam kepada anaknya.
Pesan sederhana 
bukan untuk mengumpulkan materi
atau mengejar kedudukan tinggi
pada standar manusia. 

"Laa tusyrik Billah."
Janganlah kamu menyekutukan Allah ﷻ. 
Tidak meskipun dengan cinta kepada orang tuamu, suamimu kelak, atau anak-anakmu.
Apalagi hanya oleh karir, atau capaian duniamu. Laa

Karena hanya dengan tauhidlah, kita bisa menyentuh surga.

Kenapa harus ke surga?
Karena hanya di sana,
kita punya harapan untuk bertemu idola - yang sepanjang hidup terus kita baca kisahnya - Rasulullah ﷺ. Serta para Ummahatul Mukminin dan sahabat radiallahu'anhuma. Manusia-manusia mulia yang jaraknya ribuan tahun, yang tidak mungkin kita tatap di dunia. 

Yang terpenting, di surgalah kita dapat melihat wajah Allah ﷻ!
Ibu ingat betapa girangnya kau berteriak memanggil Ibu saat melihat bulan yang pendarnya mengintip di sela jendela. Tak habis-habis kau mengaguminya. Hanya karena satu ciptaan 'kecil' bagiNya, kau begitu bahagia. 
Bisakah kau bayangkan betapa indahnya Sang PenciptaNya? 

"...dan penghuni surga tidak pernah mendapatkan suatu (kenikmatan) yang lebih mereka sukai daripada melihat (wajah) Allah ‘azza wa jalla.”
(Sahih Muslim no. 181) 


Dunia akan selalu ingin mengacaukan rutemu untuk pulang, Nak.
Tapi ingatlah tujuan kita. 
Mungkin ya, mungkin juga tidak, kelak kau akan membaca tulisan ini. 
Ibu berharap, saat itu kau sedang berlari
di jalan yang tepat, menujuNya.

Senin, 06 April 2020

Surat dari Rumah (2)

Sebagaimana kita:
dua titik kecil berserakan di peta usang
dan kalender tak lagi menunjukkan masa

tapi rasa

Kala merenta, tapi
kita masih jadi murid murid takdir
belajar menulis indra, membaca tanda, mengeja pinta

hingga riuh reda
dan ku kaupeluk dalam rida.









well,  I can't reach you to say no  
so you will always hear my yes

Letters from Home



We are who we are:
two small dots scattered on an obsolete map
and the calendar no longer shows time

but feelings


Earth gets old, but
we're still being newbies of qadar
learn to write senses, read signs, spell hopes


until the page is folded
and we're in the same path of riḍā.

Sabtu, 08 Februari 2020

Dering Hening dan Rongga Alpa

Saya bingung bagaimana menjelaskan pada Allah  ﷻ saat mengangkat tangan pada-Nya, bahwa ketakutan dan keinginan saya sebenarnya adalah satu hal yang sama.

Bahwa saya tidak kunjung paham, bahkan kepada ruang-ruang di kepala saya sendiri yang saling bertatap dekat, atau pada rongga hati yang kerap bersahutan nyaring.


"Tuh, kan. Kamu lupa!"


Saya menepuk jidat. Pada-Nya memohon ampun. Saya lupa bahwa Dia-lah Pemilik Hati, lebih dekat bahkan dari saya sendiri. Allah ﷻ tidak perlu penjelasan, dan saya berdoa bukan untuk membuat-Nya mengerti, tapi untuk diri saya sendiri. Astaghfirullah.

Dia, sang Maha Akbar, telah mengubah keadaan suatu negara yang tadinya adidaya, menjadi rapuh dan terkucil. Dia sungguh berkuasa atas segala sesuatu. Hingga perkara remah enteng seperti milikku kini. Meski bagi saya ini berat. Beraaat.

Tapi bagi Allah ﷻ, yang Maha Kuat, tentu tidak ada apa-apanya. Dia memindahkan manusia dari satu tempat ke tempat lain dengan mudah. Dia melindungi dan mengabaikan siapa yang dikehendaki-Nya.

Saya kecil, sungguh kerdil. Cengeng dan tidak mandiri. Sungguh, bisa apa saya jika tidak punya Allah ﷻ. Dalam hening dan hiruk saya selalu butuh, butuh. Semoga Allah ﷻ tidak akan pernah mengabaikan saya, aamiin.

_____



"...Dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, Rabb-ku."



يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ أَبَدًا

Rabu, 08 Januari 2020

Hei! Kau yang Sedang Bosan


Bangunlah!
Ingatlah segala yang kau genggam kini
dirindukan ribuan jiwa di luar sana 
pun oleh dirimu yang lampau

Mungkin kau lupa ini: merasa bosan adalah fakta bahwa kau sedang baik-baik saja;
tidak terbaring lemah, 
tidak sempit, tidak takut, tidak sedih
Ck ck ck, sempurnanya nikmatmu! 

Ribuan mil jauhnya, saudaramu sedang terjajah, terkurung, ternodai, terancam dibunuh
Lalu kau, bersantai di negeri yang aman 
tak malu mengeluh? 


Berlarilah pada taubat dan pintalah perlindungan, karena sungguh, 
rasa bosanmu ini tidak patut diperhitungkan 
bahkan oleh pikiranmu sendiri!